Marine Debris: Indonesia Peringkat Atas Isu Pencemaran Laut, Kok Bisa?
KELAMPUNG.COM – Indonesia menduduki peringkat atas dunia mengenai isu pencemaran laut. Permasalahan marine debris (Sampah Laut) merupakan salah satu indikator penyebab negara ini mendapatkan predikat tersebut.
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya sampah laut serta minimnya penegakan regulasi dari pemerintah menjadi alasan utama penyebab melejitnya permasalahan marine debris di Indonesia.
Sebagai informasi, sebagian besar marine debris berupa sampah plastik yang membutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun agar bisa terurai. Dalam waktu itu, akan banyak dampak buruk yang dirasakan dalam kehidupan.
Apa Itu Marine Debris?
Marine debris jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah sampah laut. Marine debris termasuk dalam permasalahan Degradasi Lingkungan yang diperhatikan dan penting secara global serta memiliki dampak luar biasa setelah permasalahan iklim.
Menurut European Environment Agency (EEA), menggambarkan marine debris sebagai segala jenis benda atau bahan buatan manusia yang terakumulasi di lingkungan laut dan pesisir, yang dapat mencakup plastik, logam, kaca, dan bahan lainnya yang tidak mudah terurai dan berpotensi merusak ekosistem laut.
Jika diartikan marine debris adalah sampah laut yang berasal dari aktivitas manusia di darat. Pengelolaan sampah di darat yang kurang efektif jadi faktor penyebab melesatnya sampah berakhir ke lautan.
Indonesia Peringkat Atas Isu Pencemaran Laut
Berdasarkan data yang dihimpun melalui Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNEP), Indonesia tercatat sebagai negara penghasil sampah laut terbesar ke-2 di dunia dengan menghasilkan sekitar 3,2 juta ton sampah yang tidak terkelola setiap tahunnya dan sekitar 1.29 juta ton di antaranya berakhir di lautan.
Jika dibayangkan 1,29 ton sampah di laut, setara dengan 184 stadion sepak bola yang memiliki luas lapangan sekitar 7.000 m² dan tinggi 1 meter.
Dengan begitu, berbagai studi juga mengungkap bahwa sekitar 75 persen wilayah laut Indonesia sudah tercemar, dengan kategori tinggi, sedang, dan ringan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, sampah laut berupa plastik mendominasi jadi penyebab pencemaran laut di negara ini.
Setiap tahunnya, Indonesia terus berusaha meminimalisir besaran sampah yang masuk ke laut dengan berbagai cara, sayangnya ide dan gagasan serta kebijakan regulasi dari berbagai pihak berwenang masih minim.
Tak luput dari itu, masyarakat sangat berperan penting terlibat dalam permasalahan marine debris. Sebab, pertumbuhan penduduk yang pesat berbanding lurus dengan peningkatan volume sampah hasil dari aktivitas keseharian masyarakat.
Dampak Marine Debris
Secara umum, sampah laut memiliki dampak yang luas dan merugikan terhadap lingkungan, kesehatan manusia, dan sosial-ekonomi secara signifikan.
Menurut Convention on Biological Diversity, permasalahan marine debris jika diabaikan bisa menjadi ancaman serius, mulai dari kerusakan ekologis seperti peningkatan keasaman laut hingga pemutihan karang.
Isu kepunahan spesies laut menjadi dampak terburuk akibat kerusakan ekosistem laut yang tentunya berdampak ke kehidupan manusia secara global.
Penyebab Marine Debris
Berdasarkan data yang dihimpun penulis, peningkatan volume sampah di Indonesia, khususnya marine debris, begitu signifikan.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang terus naik menyebabkan peningkatan konsumsi barang, dan tentunya volume sampah juga ikut naik.
Kesadaran masyarakat mengenai bahaya sampah laut masih terbilang kurang, terutama masyarakat di daerah pesisir dan perumahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS). Perlu diketahui bahwa sungai merupakan salah satu jalur masuk sampah bisa ke laut
Selain itu, ketidakmampuan sistem pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) untuk mengimbangi jumlah sampah yang terus meningkat menyebabkan sebagian besar sampah masuk ke sungai atau bahkan langsung ke laut.
Masih banyak masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan di sungai, serta pengelolaan sampah oleh pemerintah tidak sepenuhnya efektif.
Regulasi yang ada belum diimplementasikan secara optimal, dan kurangnya penegakan hukum juga semakin memperburuk situasi akan permasalahan marine debris.
Disclaimer; artikel ini perlu pengembangan data untuk memaksimalkan bukti yang ada.