KELAMPUNG.COM – Salah satu program jitu Pemerintah Kota Bandar Lampung di sektor pendidikan masih seringkali dikeluhkan. Padahal, Bina Lingkungan (Biling) yang merupakan program pendidikan gratis di Kota Bandar Lampung ini sudah berlangsung lebih dari satu dasawarsa.
Dimulai sejak tahun ajaran 2013/2014, nyatanya Program Biling masih menjadi sorotan lantaran para siswa masih dibebani biaya lain seperti seragam dan modul.
Baru-baru ini sejumlah orang tua siswa jalur Biling di SMP Negeri 44 Bandar Lampung mengakui terbebani dengan adanya pungutan untuk pembelian seragam, pakaian olahraga, dan modul pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa (LKS).
Salah satu Wali Murid, YL mengungkapkan rasa keberatannya. Ia menuturkan, kondisi ekonomi keluarga yang serba pas-pasan membuatnya kesulitan memenuhi kewajiban tersebut.
“Saya janda dan hanya buruh cuci. Untuk bayar kontrakan saja saya sering bingung, apalagi harus beli seragam dan modul. Kalau bisa mohon ada keringanan,” ujar YL, Rabu (29/10/2025).
YL menuturkan, pihak sekolah meminta pembayaran seragam sebanyak tiga jenis — seragam olahraga, muslim, dan batik — dengan total biaya Rp725 ribu untuk siswa jalur Biling, sedangkan jalur reguler dikenakan Rp1,2 juta.
“Saya baru bisa bayar DP Rp200 ribu. Sisanya nanti saya cicil,” tambahnya.
Tak hanya seragam, para orang tua juga diminta membeli modul pembelajaran senilai Rp150 ribu. Modul tersebut disebut wajib digunakan selama proses belajar mengajar di sekolah tersebut.
“Kata pihak sekolah, setiap enam bulan sekali modul diganti. Jadi setiap semester harus beli lagi,” jelas YL.
Sementara, Koordinator Bidang Kurikulum SMPN 44 Bandar Lampung, Sukaryati, memberikan keterangan. Pihak sekolah tak menapik atas kabar pungutan tersebut.
Sekolah berdalih, pungutan-pungutan tersebut tidak bersifat wajib. Apabila tak mampu membayar secara tunai, maka wali murid dapat mencicil pembayarannya.
“Benar, ada tiga style seragam lengkap dengan atributnya. Tapi tidak harus dibayar kontan dan boleh dicicil. Kami tidak pernah memaksa atau menagih,” ujar Sukaryati.
Sedangkan terkait modul pembelajaran, Sukaryati mengutarakan jika kondisi sekolah yang masih baru itu belum memiliki buku pelajaran yang memadai. Sehingga, pungutan modul yang dibebankan kepada siswa menjadi opsi agar para siswa dapat belajar di rumah.
“Modul itu kami sediakan agar siswa bisa belajar di rumah. Harganya Rp12 ribu per mata pelajaran, dan total ada 12 mapel per semester. Pembayaran juga bisa dicicil,” paparnya.
Bahkan, sekolah menyebut pungutan tersebut merupakan kerjasama dengan percetakan, bukan proyek wajib. “Sekolah hanya memfasilitasi. Tidak ada kewajiban membeli, hanya bagi yang ingin saja,” tegasnya.***


